NAMA : TIRA MAHARANI
KELAS : 1EB22
NPM : 27212398
Mata uang adalah alat pembayaran transaksi ekonomi yang
digunakan di suatu negara.
Untuk Indonesia,
mata uang adalah rupiah. Dahulu kala, manusia primitif belum menggunakan uang, ataupun alat
pertukaran. Ini dikarenakan oleh pada waktu itu manusia dapat memenuhi semua
keinginannya dari lam sekitarnya. Ketika sumber daya alam yang mereka gunakan
habis, mereka berpindah dan mulai menggunakan sumber daya alam yang ada di
sekitarnya lagi. Barulah ketika munculnya peradaban kuno manusia mulai menukar
barang miliknya dengan barang milik orang lain, yang disebut barter. Kemudian
setelah zaman lebih maju, manusia mulai menggunakan alat penukar, walaupun
belum berupa uang. Alat ini disebut uang barang. Barulah setelah manusia
menguasai penggunaan tulisan dan huruf, dikenallah uang atau disebut uang
kepercayaan (uang fiduciair).
Devaluasi mata uang adalah suatu tindakan penyesuaian
nilai tukar mata
uang terhadap mata uang asing lainnya yang dilakukan oleh Bank Sentral atau Otoritas Moneter yang
mengadopsi sistem nilai tukar tetap. Devaluasi tersebut biasanya dilakukan
apabila rezim yang mengadopsi sistem nilai tukar tetap tersebut menilai bahwa
harga mata uangnya dinilai terlalu tinggi dibandingkan nilai mata uang negara
lain dimana nilai mata uang tersebut tidak didukung oleh kekuatan ekonomi
negera yang bersangkutan. Mata uang suatu negara dikatakan mengalami kelebihan
nilai dapat dilihat dari perbedaan inflasi kedua negara. Negara yang inflasinya
tinggi seharusnya akan segera mengalami penurunan nilai namun dalam sistem
nilai tukar tetap proses penyesuaian tersebut tidak berlaku secara otomatis
karena penyesuaian nilai tukar tersebut harus melalui penetapan pemerintah.
Tanda-tanda suatu mata uang yang mengalami kenaikan nilai antara lain ekspor
yang terus menurun dan industri manufaktur mulai mengalami penurunan kinerja.
30
Maret 1950
Pemerintahan Presiden Sukarno ,
melalui menkeu Syafrudin Prawiranegara (Masyumi, Kabinet Hatta RIS) pada 30
Maret 1950 melakukan devaluasi dengan penggutingan uang. Syafrudin
Prawiranegara menggunting uang kertas bernilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya
berkurang separuh. Tindakan ini dikenal sebagai "Gunting Syafrudin".
24
Agustus 1959
Pemerintahan Presiden Sukarno
melalui Menteri Keuangan yang diranagkap oleh Menteri Pertama Djuanda
menurunkan nilai mata uang Rp 10.000 yang bergambar gajah dan Rp 5.000 yang
bergambar macan, diturunkan nilainya hanya jadi Rp 100 dan Rp 50.
1966
Imbas dari tindakan embargo yang
dilancarkan oleh sekutu Kapitalis dan Imperialis terhadap Indonesia karena
berani menentang pembentukan negara boneka di kawasan Asia Tenggara oleh
Inggris dan AS, Waperdam III Chairul Saleh terjeblos dalam tindakan ekstrem,
mengganti uang lama dengan uang baru dengan kurs Rp. 1000 akan diganti Rp. 1
baru. Akibatnya inflasi tak terkendali dan segera melonjak 650% dan Bung Karno
dipaksa untuk mengeluarkan Supersemar 11 Maret 1966 yang semakin mengukuhkan
pemberontakan Soeharto sejak menolak dipanggil ke Halim oleh Panglima Tertinggi
pada 1 Oktober 1965.
21
Agustus 1971
Terjadi pada masa pemerintahan
Presiden Suharto (Orde Baru) melalui Menkeu Ali Wardhana. AS pada 15 Agustus
1971 harus menghentikan pertukaran dollar dengan emas. Presiden Nixon cemas
dengan terkurasnya cadangan emas AS jika dollar dibolehkan terus ditukar emas,
dimana 1 troy onz emas = US$ 34.00. Maka untuk menjaga cadangan emas AS,
pemerintah AS menghapuskan sistem penilaian dollar yang dikaitkan dengan emas.
Soeharto yang sangat tergantung dengan AS mati kutu dan tidak bisa mengelak
dari dampak gebrakan Nixon dan Indonesia mendevaluasi Rupiah pada 21 Agustus 1971
dari Rp. 378 menjadi Rp. 415 per 1 US$.
15
November 1978
Masa Pemerintahan Presiden Suharto
melalui Menkeu Ali Wardhana. Walaupun Indonesia mendapat rezeki kenaikan harga
minyak akibat Perang Arab - Israel 1973, tetapi Pertamina justru nyaris
bangkrut dengan utang US$ 10 milyar dan Ibnu Sutowo dipecat pada 1976. Tetap
tidak bisa dihindari devaluasi kedua oleh Soeharto pada 15 November 1978 dari
Rp. 415 menjadi Rp. 625 per 1 US$.
30
Maret 1983
Masa Pemerintahan Presiden Suharto
melalui Menkeu Radius Prawiro. Pada saat itu Menkeu Radius Prawiro mendevaluasi
rupiah 48% jadi hampir sama dengan menggunting nilai separuh. Kurs 1 dolar AS
naik dari Rp 702,50 menjadi Rp 970.
12
September 1986
Masa Pemerintahan Presiden Suharto
melalui Menkeu Radius Prawiro. Pada 12 September 1986 Radius Prawiro kembali
mendevaluasi rupiah sebesar 47%, dari Rp 1.134 ke Rp 1.664 per 1 dolar AS.
Walaupun Soeharto selalu berpidato soal tidak ada devaluasi, tapi sepanjang pemerintahannya
telah terjadi empat kali devaluasi.
Risiko nilai tukar atau risiko mata uang adalah suatu bentuk risiko yang muncul
karena perubahan nilai tukar suatu mata uang
terhadap mata uang yang lain. Suatu perusahaan
atau pemodal yang memiliki aktiva atau operasi
bisnis lintas negara akan memperoleh risiko ini jika tidak menerapkan lindung
nilai (hedging). Risiko nilai tukar yang terkait dengan instrumen mata uang asing penting
diperhatikan dalam investasi asing. Risiko ini muncul karena perbedaan kebijakan
moneter dan pertumbuhan produktivitas nyata, yang akan mengakibatkan
perbedaan laju inflasi.
Cadangan devisa (Bahasa Inggris: foreign exchange reserves)
adalah simpanan mata uang asing oleh bank
sentral dan otoritas moneter. Simpanan ini merupakan asset bank sentral
yang tersimpan dalam beberapa mata uang cadangan (reserve
currency) seperti dolar,
euro, atau yen, dan digunakan untuk
menjamin kewajibannya,
yaitu mata uang lokal yang diterbitkan, dan cadangan berbagai bank yang disimpan di
bank sentral oleh pemerintah atau lembaga
keuangan.
Mata uang termahal adalah mata uang
suatu negara yang satuannya berharga tinggi dibandingkan dengan mata uang
negara lain atau bisa juga dibandingkan dengan jumlah barang tertentu yang
dapat dibeli. Biasanya perhitungan didasarkan pada perhitungan kurs Euro (EUR), Poundsterling
(GBP), atau Dolar Amerika (USD).
No. !jjj!
Negara
|
Kode
|
Euro
EUR−1 |
Dolar
Amerika
USD−1 |
Dinar Kuwait
KWD−1 |
Koin
termahal |
Uang kertas
termahal |
||
1.
|
KWD
|
2,55864
0,390832 |
3,45853
0,289140 |
1
|
0,100
|
20
|
||
2.
|
MTL
|
2,32937 [2]
0,429300 |
3,14863
0,317599 |
0,910394
1,09843 |
1
|
20
|
||
3.
|
BHD
|
1,96757
0,508241 |
2,65957
0,376000 |
0,768989
1.30041 |
0,500
|
20
|
||
4.
|
Rial
|
OMR
|
1,92409
0,519727 |
2,60080
0,384497 |
0,751995
1,32980 |
0,050
|
50
|
|
5.
|
CYP
|
1,72449 [2]
0,579882 |
2,33100
0,429000 |
0,673986
1,48371 |
0,50
|
20
|
Sistem nilai tukar mata uang bebas-apung merupakan nilai tukar yang dibolehkan untuk berbeda terhadap yang lain dan mata uang ditentukan berdasarkan kekuatan-kekuatan pasar atas dari penawaran dan permintaan
nilai tukar mata uang akan cenderung berubah hampir selalu seperti yang
akan dikutip pada papan pasar keuangan, terutama oleh bank-bank di
seluruh dunia sedangkan dalam penggunaan sistem pasak nilai tukar mata uang atau merupakan nilai tukar tetap dengan ketentuan berlakunya devaluasi dari nilai mata uang berdasarkan sistem Bretton Woods. [1]
Nominal nyata dan nilai tukar
RER sebenarnya hanya ada pada teori ideal. Dalam praktik, terdapat
banyak mata uang asing dan harga ke tingkat nilai yang dipertimbangkan.
bersamaan dengan ini, model perhitungan semakin menjadi lebih rumit.
Selain itu, model ini didasarkan pada purchasing power parity (PPP)
yang dapat berarti sebuah konstan dari RER. secara empiris dalam
penentuan nilai konstan RER tidak akan bisa disadari, karena
keterbatasan pada data. dalam PPP akan menyiratkan bahwa RER adalah
tingkat di mana suatu organisasi dapat memperdagangkan barang dan jasa
dari satuan ekonomi (misalnya negara) untuk orang perorang yang lain.
Misalnya, jika harga yang meningkat 10% di Inggrisdan pada mata uang Jepang
akan sekaligus menghargai 10% terhadap mata uang Inggris serta harga
barang akan tetap konstan untuk seseorang di Jepang. Sedangkan bagi
orang di Inggris masih akan tetap berkaitan dengan kenaikan harga 10% di
dalam negerinya. Ini juga menyebutkan bahwa harga atau nilai dasar
tarif yang ditetapkan pemerintah dapat merupakan ikutan dalam
memengaruhi nilai tukar, untuk membantu untuk mengurangi tekanan harga.
PPP akan terus muncul hanya dalam jangka panjang (3-5 tahun), ketika
harga akhir menjadi sama terhadap paritas daya beli
Terdapat pendekatan baru dalam rancangan RER yang mempekerjakan
penggalan set variabel ekonomi makro dikenal sebagai produktivitas
relatif serta tingkat bunga nyata yang diferensial.Nilai tukar bilateral berlawanan dengan nilai tukar efektif
Nilai tukar bilateral adalah melibatkan pasangan mata uang, sedangkan
nilai tukar efektif adalah rata-rata dari kelompok mata uang asing dan
dapat dilihat sebagai sebuah ukuran keseluruhan dari daya saing terhadap
luar negeri sedangkan dalam sebuah penggatan nominal efektif dalam
nilai tukar atau nominal effective exchange rate (NEER) adalah bobot yang berbalik dengan bobot asimptotik perdagangan. sebuah penggatan dalam realitas efektif nilai tukar real effective exchange rate (REER) penyesuaian nominal efektif dalam nilai tukar atau nominal effective exchange rate (NEER) oleh asing sesuai dengan tingkat harga dan deflasi oleh harga negara asal, berbanding dengan NEER dengan bobot produk domestik bruto (PDB) (gross domestic product (GDP) atau gross domestic income (GDI)) nilai tukar efektif mungkin lebih tepat bila dilihat dari fenomena investasi global.
Ketidakstabilan nilai tukarKetidakstabilan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dari waktu ke waktu menyebabkan ketidakstabilan harga saham. Kondisi ini cenderung menimbulkan keragu-raguan bagi investor, sehingga kinerja bursa efek menjadi menurun. Hal ini dapat dilihat dari harga sekuritas atau harga saham yang sedang terjadi, baik indeks harga saham sektoral maupun Indeks Harga Saham GabunganFluktuasi dalam nilai tukar
Nilai tukar yang berdasarkan pada kekuatan pasar akan selalu berubah
disetiap kali nilai-nilai salah satu dari dua komponen mata uang
berubah. Sebuah mata uang akan cenderung menjadi lebih berharga bila
permintaan menjadi lebih besar dari pasokan yang tersedia. nilai akan
menjadi berkurang bila permintaan kurang dari suplai yang tersedia.
Peningkatan permintaan terhadap mata uang adalah yang terbaik karena
denganmeningkatnya permintaan untuk transaksi uang, atau mungkin adanya
peningkatan permintaan uang yang spekulatif. Transaksi permintaan uang
akan sangat berhubungan dengan tingkat aktivitas bisnis negara
berkaitan, produk domestik bruto (PDB) (gross domestic product (GDP) atau gross domestic income (GDI))
, dan tingkat permintaan pekerja. Semakin tinggi tingkat menganggur
pada suatu negara akan semakin sedikit masyarakatnya yang secara
keseluruhan akan dapat menghabiskan uang pada belanja pengeluaran untuk
pembelian barang dan jasa dan Bank Sentral, di Indonesia dalam hal ini
dilakukan oleh Bank Indonesia biasanya akan sedikit kesulitan dalam
melakukan penyesuaian pasokan uang yang dalam persediaan untuk
mengakomodasi perubahan dalam permintaan uang berkaitan dengan transaksi
bisnis.
Dalam mengatasi permintaan uang dengan tujuan untuk spekulatif, Bank
Sentral akan sangat sulit untuk mengakomodasinya akan tetapi akan selalu
mencoba untuk melakukan dengan melakukan penyesuaian tingkat suku bunga
agar seseorang Investor dapat memilih untuk membeli kembali mata
uangnya bila (yaitu suku bunga) cukup tinggi, akan tetapi, dengan
semakin tinggi sebuah negara menaikan suku bunganya maka kebutuhan untuk
mata uangnya akan semakin besar pula. Dalam hal perlakuan tindakan
spekulasi terhadap realitas mata uang akan berkaitan dan dapat
menghambat pada pertumbuhan perekonomian negara serta para pelaku
spekulasi akan terus, terutama sejak mata uang secara sengaja dibuat
agar bisa dalam bawah tekanan terhadap mata uang dalam rangka untuk
memaksa agar Bank Sentral dapat menjual mata uangnya untuk tetap membuat
stabilitas (bila hal ini terjadi maka para spekulan akan berusaha dapat
membeli kembali mata uang tersebut dari bank dan pada harga yang lebih
rendah atau selalu akan dekat dengan posisi harapan dengan demikian
pengambilan keuntungan terjad
|
||||||||