NAMA : TIRA MAHARANI KUSUMIHATI
KELAS : 1EB22
TUGAS SOFT SKILL
PENGANTAR EKONOMI
BAB I
PENDAHULUAN
DEFLASI.
Istilah ini tiba-tiba banyak dibicarakan kalangan ekonomi dunia.
Katanya, negara-negara maju dirundung deflasi? Apa implikasinya?
Bagaimana konsekuensinya? Bagaimana pula hal ini akan berdampak terhadap
perekonomian dunia.
Fenomena
deflasi di negara-negara maju membawa kekhawatiran tertentu terhadap
kinerja perekonomian dunia. Jepang membuktikan, deflasi menyebabkan
kredit macet raksasa di sektor perbankan. deflasi tidak selalu identik
dengan cerita seram. Kisah sukses ekonomi Cina saat ini, ternyata
berasal dari deflasi. Tekanan jumlah penduduk dan rendahnya pendapatan
per kapita, merupakan jalan tol menuju deflasi yang selanjutnya
menjadikan ekspor negara itu berkembang pesat.
BAB II
PEMBAHASAN
Deflasi adalah suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah.Deflasi adalah kebalikan dari
inflasi.
Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di
masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang
beredar. Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan
tingkat
suku bunga.
Ekonomom INDEF Fadhil Hasan menilai, deflasi bulan ini akan membuka ruang bagi Bank Indonesia untuk kembali menurunkan suku bunga yang akan memicu penguatan rupiah.
Menurut Fadhil, penguatan nilai tukar rupiah tersebut bisa membuat penurunan nilai ekspor Indonesia, karena harga barang yang diekspor jadi lebih mahal jika diukur dengan mata uang asing.
BPS
menyebutkan nilai ekspor Indonesia di awal tahun ini mencapai 25,86
miliar dolar atau meningkat sekitar 15 persen jika dibandingkan dengan
angka tahun lalu.
Sementara suku bunga Bank Indonesia saat ini tercatat pada posisi 9 persen. Namun, Bank Indonesia diperkirakan akan menjaga nilai tukar rupiah pada kisaran 9 ribuan, angka yang dianggap nyaman bagi Eksportir maupun Importir.
Ekonomi
yang dijangkiti penyakit deflasi akan menunjukkan gejala-gejala:
harga-harga, gaji dan upah yang menurun. Dalam ekonomi yang mengalami
deflasi jangan mengharapkan kenaikan (penyesuaian) gaji. Kalau ada yang
disebut penyesuaian gaji maka artinya penurunan gaji. Tentu saja dalam
sejarah hidup anda mungkin anda tidak pernah mengalaminya. Apa lagi
kalau yang anda lihat hanya Indonesia. Tetapi bisa juga anda tidak mengamatinya dengan cermat.
B. Sejarah Deflasi
Deflasi
didahului oleh masa ekspansi kredit yang besar dan masa boom ekonomi.
Seperti biasanya, ekspansi kredit di samping untuk peningkatan konsumsi,
juga akan berujung di peningkatan aktifitas-aktifitas spekulasi,
mal-investement. Akibatnya akan terjadi bubble, penggembungan harga pada
objek yang dispekulasikan. Objek yang dispekulasikan yang bisa
real-estate, bisa pula saham, atau apa saja. Proses spekulasi dan bubble
ini tidak bisa berlangsung terus. Ekspansi kredit yang diperlukan
semakin lama semakin besar dan harus lebih cepat untuk mempertahankan
bubble itu sendiri. Akhirnya, ekspansi kredit tidak lagi bisa memenuhi
tuntutan untuk bisa mempertahankan bubble dan bubble akan mengempis atau
pecah. Misalnya untuk real-estate. Mula-mula harga masih terjangkau.
Makin banyak orang ikut berspekulasi menimbulkan permintaan (semu)
meningkat dan akan memicu kenaikan harga. Pelaku ekonomi di sektor
real-estate merespons dengan makin menjamurnya pembangunan perumahan dan
apartement.
Tenaga
kerja yang terserap di sektor ini semakin banyak. Harga terus
meningkat, akhirnya harga rumah menjadi tidak terjangkau lagi dan banyak
orang tidak mampu membeli. Dengan kata lain pada harga tersebut
penawaran lebih tinggi dari permintaan. Dengan kata lain: oversupply.
Kalau bubble itu terjadi di sektor industri, tahap ini adalah tahap over
kapasitas. Pada saat ini ada dua alternatif. Yaitu, aktivitas spekulasi
ini harus berhenti dan bubble mengepis karena pasokan rumah /apartemen
melebihi permintaan. Atau ekspansi kredit terus berjalan dengan
memberikan kesempatan kredit kepada orang yang tidak mampu. Dan ini akan
membuat bubble semakin membesar tetapi pada hakekatnya suatu saat akan
berhenti bila tidak ada lagi yang bisa/mau mengambil kredit. Artinya
bank tidak mau mengambil resiko untuk memberikan kredit dan
konsumen/spekulator tidak berani mengambil kredit karena resiko gagal
dan peluang berinvestasi sangat beresiko. Nasib dari semua bubble
akhirnya akan sama saja. Kata kuncinya adalah yang disebut spekulasi
adalah membangun kapasitas dan supply diluar jangkauan permintaan.
Dengan kata lain: over kapasitas, over supply.
Gagal
bayar banyak terjadi pada akhir dari bubble. Aktifitas spekulasi
terhenti, dan para pelaku ekonomi mulai menyelesaikan hutang-hutangnya,
baik dengan cara membayar atau dengan cara menyatakan bangkrut dan
ngemplang hutang (default). Babak berikutnya secara umum harga barang
(terutama barang yang tadinya dispekulasikan) mulai menurun karena
permintaan lebih kecil dari penawaran, stok melimpah sebagai akibat ulah
spekulasi dimasa boom. Karena harga cenderung menurun, maka orang
merespon dengan menahan diri untuk menunda konsumsinya/pembelian.
Pikirannya ialah bahwa nanti harganya toh lebih murah. Dengan demikian
kecenderungan menabung meningkat. Keadaan seperti lingkaran setan, harga
turun memicu orang semakin menunda pembelian; dan penundaan pembelian
semakin membuat harga turum. Persoalan menjadi semakin parah.
Tadi
dikatakan bahwa secara umum harga-harga turun, karena tidak semua
barang harganya turun. Uang, emas (uang sejati), bond yang bagus (bond
pemerintah yang didukung tabungan rakyat yang tinggi misalnya) nilainya
naik.
Secara
ringkas proses deflasi yang paling sering terjadi diawali dengan
ekspansi kredit (inflasi), dilatar belakangi dengan banyak unsur
spekulasi. Tetapi spekulasi tidak bisa berlangsung terus dan akhirnya
spekulasi berhenti karena dibangun diluar jangkauan permintaan dan para
pelaku ekonomi harus bersih-bersih, sebagian kapasitas harus
dimusnahkan. Hutang harus diselesaikan; baik dengan dibayar atau dengan
pemutihan alias gagal bayar (default), artinya inflasi berbalik arah
menjadi deflasi, kontraksi kredit.
C. Teori Jumlah Peredaran Uang (Quantity Theory of Money) didapatkan dari persamaan Fisher sebagai berikut:
MV = PT
Ket :
M : Money Supply atau Persediaan Uang di masyarakat
V : Velocity atau kecepatan perputaran uang.
P : Average Price Level atau tingkat harga rata-rata.
T : Total Number of transactions atau Jumlah Transaksi.
D. Penyebab Deflasi
Jadi dapat disimpulkan bahwa ada empat buah penyebab Deflasi:
1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat.
2. Meningkatnya Persediaan Barang
3. Menurunnya permintaan akan barang.
4. Naiknya permintaan akan uang
E. Dampak
Deflasi
dapat menyebabkan menurunnya persediaan uang di masyarakat dan akan
menyebabkan depresi besar (seperti yang dialami Amerika dulu) dan juga
akan membuat pasar Investasi (Saham) akan mengalami kekacauan.
Dikarenakan
harga barang mengalami penurunan, konsumen memiliki kemampuan untuk
menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan harga barang akan
turun lebih jauh. Akibatnya aktivitas ekonomi akan melambat dan
memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral).
Dampak
susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah banyak pekerja yang
akhirnya mengalami PHK karena pemiliki bisnis tidak sanggup membayar
gaji karyawannya (lha barang tidak laku, mau bayar dari mana?). Dengan
demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit dan jumlah
uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang.
Dari
sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di
sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat
kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang
berjalan.
Deflasi
juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara menjadi nol persen.
Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini
memang merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat menyimpan
uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.
F. Penanggulangan
Cara mengatasi Deflasi
Deflasi
dapat diibaratkan jatuh sakitnya seseorang karena jarang berolah raga.
Apabila seseorang pada dasarnya memiliki kaki normal namun malas
menggunakannya, maka ini akan mengakibatkan menyusutnya otot-otot kaki
yang jarang digunakan tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama orang
tersebut akan tidak dapat berjalan sama sekali berhubung otot sudah
terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan ini justru didiamkan,
bukan tidak mungkin akan mengalami kelumpuhan selamanya.
Hal
ini parallel dengan deflasi. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah
dengan melatih kembali otot-otot yang sudah lama tidak digunakan. Meski
memakan waktu lama, hal ini adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan
kekuatan otot yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah deflasi
menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang terkait
harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat
terhenti karena salah urus tersebut. Tentu saja ini membutuhkan waktu
yang tidak sedikir. Lazim dikatakan oleh para analis eknonomi bahwa
deflasi merupakan kondisi krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki
obat yang efektif. Apabila pada inflasi Bank Sentral dapat menaikkan
suku bunga untuk menahannya, menurunkan suku bunga bahkan hingga nol
persen bukanlah jalan keluar bagi deflasi. Pasalnya ini akan membuat
pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau bahkan negative. Belum lagi
hal ini akan memicu aksi spekulan luar negeri yang dapat menjalankan
Carry Trade sehingga nilai uang justru menjadi jatuh. Akibatnya, biaya
impor menjadi terbebani sementara ekspor tidak menunjukkan kenaikan
signifikan berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi spekulan
semata-mata.
Cara
yang paling lazim digunakan adalah memberikan stimulus ekonomi berupa
bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan demikian diharapkan kegiatan
ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan
meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian. Dari
sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di
masyarakat dengan membeli surat
hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai. Selain itu,
juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga. Namun seperti
dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar yang
sesungguhnya tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk
menggairahkan ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan
sendirinya.
Contoh Deflasi : Dampak menurunnya minyak mentah dunia.
Dalam
pengertian ekonomi klasik, deflasi disebabkan kombinasi dari supply dan
demand barang, supply dan demand uang. Deflasi terjadi ketika supply
uang turun dan supply barang naik.
Ketika
bank sentral meningkatkan interest rate (BI Rate), yang terjadi adalah
peningkatan tabungan, deposito, dan giro (karena suku bunga menarik) dan
sebaliknya kredit akan turun (suku bunga kredit menjadi tinggi). Jadi.
dengan menaikkan interest rate, diharapkan uang beredar turun dan
terjadi deflasi (counter inflasi).
Deflasi
merupakan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan
penurunan harga barang dan jasa secara umum termasuk sejumlah komoditas
dunia. Negara maju saja sudah mulai mengkhawatirkan kondisi deflasi ini
yang ditandai dengan penurunan harga komoditas," ujarnya kepada Bisnis,
akhir pekan lalu.
Resesi
terjadi ketika PDB turun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai
negatif selama 2 kuartal atau lebih dalam 1 tahun. Adapun
deflasi, yang merupakan kebalikan inflasi, terjadi pada saat harga
barang dan jasa secara umum turun dalam periode tertentu. Jika inflasi
memangkas nilai riil mata uang, deflasi justru membuat 'alat tukar itu'
lebih bernilai.
Resesi
deflasi, menurut Radityo, akan mengurangi minat investor untuk
menjadikan emas sebagai alternatif investasi karena logam mulia itu
sering dijadikan instrumen untuk lindung nilai (hedging) dari inflasi.
Deflasi
yang terjadi sepanjang tahun 2008 pada berbagai sektor, khususnya
bidang perdagangan akan dapat mengancam terjadinya pemutusan hubungan
kerja (PHK) besar-besaran. Deflasi yang terjadi akan menurunkan produksi
suatu perusahaan karena kurang permintaan dan lemahnya daya beli,
sehingga berdampak pada pengurangan produksi dan juga pengurangan jumlah
tenaga kerja.
Deflasi
yang terjadi saat ini sebagai dampak dari pengaruhi krisis keuangan
global. Karena itu, apabila permintaan ekspor maupun impor terus
menurun, maka mau tidak mau pihak perusahaan melakukan langkah
efisiensi, misalnya dengan mengurangi produksi dan tenaga kerja.
Penurunan
harga sejumlah komoditas makanan, akibat musim panen yang didukung
kelancaran distribusi barang, telah mendorong terjadi deflasi pada Maret
2002 minus 0,02 persen. deflasi hanya mungkin terjadi jika harga barang
lain tidak berubah Namun, dia mengingatkan kemungkinan buruk lain bahwa
deflasi tidak akan terjadi. Sebab, siklus musim tahunan menunjukkan
permintaan barang dan jasa umumnya melonjak menjelang Natal
dan Tahun Baru. "Misalnya, harga daging sapi atau ayam biasanya naik
pada Desember," ujarnya. "Jadi, nanti tinggal dilihat barang apa yang
pengaruhnya paling besar terhadap inflasi Desember."
Deflasi,
atau sering disebut disinflasi (disinflation) adalah kecenderungan
terjadinya penurunan harga secara menyeluruh (a decrease in the overall
level of prices). AS pernah mengalami deflasi panjang, tahun 1920-an dan
1930-an, saat perekonomiannya terjerumus dalam depresi besar (great
depression). Dari tahun 1929 hingga 1933, tingkat harga di AS jatuh 25
persen. Inilah deflasi terbesar dalam sejarah perekonomian AS.
Ada
dua teori yang diajukan para ekonom guna menjelaskan mengapa penurunan
harga dapat menekan tingkat pendapatan yang selanjutnya dapat menyeret
ke resesi global, sebagaimana dikemukakan ekonom Harvard, Gregory Mankiw
(Macroeconomics, Worth Publishers, New York, edisi 2003).
Teori
pertama, debt-deflation theory. Dalam teori ini, penurunan harga akan
menyebabkan para pengusaha kesulitan membayar utangnya. Para debitor mengalami penurunan penerimaan (revenue) dari hasil usahanya yang tak cukup untuk membayar utang kepada kreditor.
Teori
kedua menjelaskan efek deflasi. Konsekuensi logis dari peristiwa ini,
perusahaan-perusahaan akan cenderung melakukan penghematan, antara lain
dengan pemutusan hubungan kerja karyawannya (lay-off). Selanjutnya, hal
ini akan berakibat buruk pada perekonomian makro yang cenderung
mengalami kontraksi.
Secara
kronologis, fenomena deflasi berpotensi menggulirkan (1) peningkatan
kredit macet (bad debt), (2) peningkatan pengangguran, dan akhirnya (3)
resesi dunia, bahkan level yang lebih ditakuti, yakni depresi.
Masalahnya kini, apakah hal itu sebenarnya sudah terjadi (fakta), atau
masih sekadar sebagai potensi?
Deflasi,
sebenarnya sudah terjadi, bukan di AS tetapi di Jepang. Selama
dasawarsa 1990-an, perekonomian Jepang menunjukkan tanda-tanda menurun,
setelah sebelumnya menikmati pertumbuhan tinggi. Saat itu, rata-rata
pertumbuhan hannya 1,3 persen, dibanding 4,3 persen 20 tahun sebelumnya,
sedangkan tingkat pengangguran, yang sepanjang sejarah Jepang selalu
rendah, meningkat dari 2,1 persen (1990) menjadi 4,7 persen (1999).
Sejak Agustus 2001, tingkat pengangguran mencapai lima persen atau tertinggi sejak Pemerintah Jepang mengenal statistik data ini pada tahun 1953.
Mengapa
Jepang yang perekonomiannya tangguh bisa mengalami downturn? Banyak
penyebabnya. Namun, beberapa kuncinya adalah sebagai berikut.
Pertama,
mata uang yen mengalami apresiasi (yendaka) tajam. Apresiasi yang
keterusan menyebabkan biaya hidup dan biaya produksi di Jepang meningkat
pesat. Akibatnya, harga barang dan jasa Jepang berkurang daya saingnya.
Kedua,
akibat yendaka, terjadi relokasi industri besar-besaran. Banyak
perusahaan Jepang memindah lokasi pabriknya ke Cina dan Asia Tenggara.
Pengangguran di Jepang pun meningkat.
Ketiga,
tingkat kepercayaan (confidence level) atas perekonomian merosot yang
ditunjukkan dengan harga saham rendah. Indeks akhir tahun 1990-an hanya
separuh dari indeks satu dasawarsa sebelumnya.
Keempat,
harga tanah ikut merosot. Pada dasawarsa 1980-an, harga tanah meroket
tinggi lalu menurun tajam sejak 1990-an. Seperti kasus harga saham dan
tanah, terjadi koreksi. Harga yang sudah kelewat tinggi, suatu saat akan
mengalami koreksi menurun.
Kelima,
saham dan tanah merupakan barang paling sering dipakai sebagai jaminan
kredit bank. Karena harga keduanya jatuh, maka kredit-kredit perbankan
banyak mengalami kemacetan. Terjadilah bad debt atau credit crunch.
Keenam,
secara demografis, penduduk Jepang mengalami stagnasi. Jumlah penduduk
mereka stabil di level 124 juta, dan praktis tidak bertambah. Sementara
itu, tingkat harapan hidup (life expectancy at birth) terus meningkat.
Dengan struktur demografi yang cenderung menggelembung di kelompok usia
lanjut (jumlah orang tua makin banyak), maka terjadi beban
ketergantungan (dependency) yang kian tinggi. Usia produktif berkurang,
usia lanjut bertambah. Implikasinya, pembayaran pensiun membesar yang
menambah beban fiskal pemerintah.
Menurut
The Economist (15/11/02), perekonomian Jepang kini dalam bahaya
deflasi, yang akan meningkatkan beban utang riil (real debt burdens), di
mana utang perusahaan-perusahaan secara nominal sebenarnya tetap, namun
secara riil meningkat akibat penurunan harga. Selain itu, masih ada
lagi persoalan berat kredit macet di sektor perbankan. Majalah itu juga
mencatat, Jerman kini mempunyai potensi untuk mengalami hal yang sama,
dibanding risiko serupa di AS.
Data
menunjukkan, selama periode Januari-September 2002, Jepang mencatat
inflasi negatif atau deflasi -0,7 persen, sedangkan Jerman mencatat
inflasi positif 1,3 persen, AS 1,5 persen. Negara-negara pemakai mata
uang Euro di Eropa Barat mencatat inflasi 2,2 persen.
BAB III
PENUTUP
Dunia
boleh cemas terhadap fenomena deflasi. Namun, ternyata ada negara yang
mempunyai pengalaman manis dengan deflasi. Tampaknya, dalam perekonomian
selalu ada perkecualian (exception). Teori boleh mengatakan, deflasi
bersifat kontraktif.
Kombinasi
antara jumlah penduduk yang amat banyak, pendapatan per kapita yang
amat rendah, dan tingkat pengangguran yang masih tinggi (sekitar tujuh
persen), berimplikasi pada upah buruh dan biaya produksi yang rendah.
Akibat selanjutnya, terjadi deflasi secara substansial.
Untuk
mengeliminasi deflasi ini sejumlah saran sudah diberikan. Selain
meneruskan kebijakan suku bunga yang teramat rendah (suku bunga pasar
uang tiga bulanan kini hanya 0,02 persen), Jepang juga disarankan
melakukan pemotongan pajak (tax cuts) untuk merangsang konsumen belanja
lebih banyak. Intinya, baik sisi moneter maupun fiskal harus sama-sama
ekspansif, supaya deflasi dapat segera distop.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0212/02/opini/37041.htm